Judul: Al Dente: Waktu yang Tepat untuk Cinta
Penulis: Helvira Hasan
Publisher: GagasMedia
Cetakan pertama: 2014
Jumlah halaman: 255
Ringkasan Cerita
Seperti apa rasanya dijodohkan dengan seseorang yang sudah lama kita anggap sebagai adik atau kakak kita? Silakan tanyakan itu kepada Cynara dan Benjamin Farid, sepasang newly wed yang sebenarnya memiliki sifat cukup bertolak belakang satu sama lain. Mestinya tak sulit buat mereka to start to love each other, toh kedua belah pihak keluarga mereka memang sudah menjalin hubungan akrab sejak lama. Namun tidak bagi Nara. Ia sebenarnya tak terlalu nyaman menyandang status sebagai istri pria kutu buku itu. Nara sudah terlanjur nyaman menganggap Ben sebagai kakaknya sendiri. Sementara bagi Ben, ia yakin tidaklah terlalu sulit untuk belajar mencintai Cynara yang notabenenya adalah sahabat Dita, adik Ben sendiri.
Seakan keraguan yang masih menghinggapi Cynara terhadap pernikahannya tak cukup mengganggu, muncul lagi masalah baru yang nggak kalah pelik. Kehadiran Elbert, the most wanted man all time versi-nya Cynara, yang kembali merasuki kehidupan Cynara tak ayal membuat dokter gigi cantik itu semakin linglung akan hatinya sendiri. Dan Ben, bener nggak sih kalau Ben itu ternyata masih ada hati untuk Milly, sahabat sekaligus cinta pertama pria pendiam itu?
Review dan Komentar
Yeah, i get this book bahkan sebelum buku ini edar di toko buku (karena kebaikan hati penulisnya plus pihak penerbit hehehe). Dan begitu tau tokoh utama pria dalam novel ini adalah seseorang yang doyan baca dan pendiam, gue langsung makin semangat bacanya. Hehehe. My own taste.
Judulnya ternyata diambil dari bahasa Italia. Itu sebuah istilah untuk spaghetti yang dimasak dengan waktu dan cara yang tepat, sehingga menghasilkan tekstur, kelembutan, dan rasa yang tepat. Jadi al dente maksudnya pas dan tepat gitu. So, does it relate to the story? Wooo, yaiya dong. Dan sebelum baca buku ini, baiknya siapin dulu pasta siap saji macam la font* or another kind of that. Penggambaran spaghetti di buku ini lumayan maknyus, sehingga cukup mancing perut untuk laper.
Mari beralih ke cerita. Ceritanya cukup ngalir. Apalagi ditambah dengan pengambilan PoV yang dari dua arah, yaitu Pov Cynara dan Ben, semakin memperlancar penulis dalam bercerita. Kedua PoV tersebut dibedakan dengan font. Oh well, tadinya gue sempet nggak ngeh. Loh, ini udah sudut pandang si Ben, tapi kok nggak ada semacam tanda atau bacannya gitu sih. Begitu diperhatiin lebih lanjut, ternyata font-nya beda.
Ada reviewer di GR yang bilang bahwa karakter Cynara sebenarnya amat sangat manusiawi. Then i put my agreement there. Ya, Cynara terasa bener-bener seperti cewek-cewek dalam sehari-hari kita: ngeselin (hello, the owner of this blog is the only exception hahaha taeeee). Cynara, you're really fuckin annoying. Di tengah her marriage life yang goyah ampun-ampunan, dia masih sempat-sempatnya jalan sama si Elbert Einstein (no, he's without Einstein. Pardon my jokes, ya).
Dan untuk Ben. Hei, Ben, gue paham lah elo tipe-tipe cowok yang nggak suka ngomong, apalagi sweet talk, dan biasanya sekalinya ngomong rada-rada ngejengkelin karena sounds ketus. Tapi, heeeeh, your spouse is having a joy with the one she wait the most, dan elo yakin bisa segitu sabar dan nggak ambil tindakannya? Entahlah, mungkin bakalan terasa lebih WAAAAW seandainya Kak Helvira menyisipkan adegan tonjok-tonjokan-ampe-bonyok-antara-Ben-dan-Elbert-karena-Ben-dah-gak-tahan-bininya-digodain-mulu. Yah, sekaligus declare bahwa Ben itu pinter, cool, tampan, dan juga MACOOOOOO! Hahaha. subjectively opinion.
Tata bahasa cukup oke. Typo nggak terlalu banyak (ehm, good deed, proofreader). Sayangnya, ada beberapa kalimat yang sounds sooo baku, tapi kemudian di kalimat selanjutnya justru kalimat gaul sehari-hari yang dipake. Tapi untuk penggambaran beberapa scene sayangnya terasa not really detail. Kayak scene Cynara dan Dita ketemu Elbert di outlet Mango, West Mall. Walaupun penulis dah berusaha menjabarkan keadaan di sana secara terperinci, tetap aja gue merasa sebenarnya detail-detail itu masih belom cukup untuk benar-benar menghidupkan adegan plus dialog yang terjadi di sana. Nanggung gitu, maksudnya.
Lalu di beberapa bab terakhir (berisi moment Nara dan Ben yang akan segera...hmm, let guess, baikan atau justru berpisah?), emosi pembaca akan semakin dipermainkan. Diaduk-aduk, diputer-puter, blablabla...dan i really like it! So somersaulting!
But overall... yes, i'm gonna list myself to buy Helvira Hasan's next work :)
Review gue di GoodReads: 4 of 5. Baca review GoodReads gue di sini.
0 komentar kamu:
Posting Komentar